Jumat, 30 Mei 2014

PENGELOLAAN LINGKUNGAN

           Tugas Perkuliahan Pengetahuan Lingkungan (UnPal 2014)

Pengelolaan Lingkungan
Irwansyah Putra


Membahas tentang Kebijakan Pengelolaan Lingkungan dalam hal ini masalah sanitasi, Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, dimana didalam PP tersebut mengatur keterpaduan pengaturan pengembangan SPAM dan Prasarana dan Sarana Sanitasi, yang ditindaklanjuti dengan Kebijakan berupa Rencana Tindak Nasional Bidang Air Limbah (NAP). 

Usaha melestarikan lingkungan dari pengaruh dampak pembangunan adalah salah satu usaha yang perlu dijalankan. Pengelolaan lingkungan yang baik dapat mencegah kerusakan lingkungan akibat suatu proyek pembangunan. Pengelolaan yang baik menjaga ekosistem dengan mencegah berlangsungnya pembangunan, sebab pembangunan itu perlu untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Jadi, yang penting disini adalah membangun dengan berdasarkan wawasan lingkungan bukan membangun yang berwawasan ekonomi semata.
Sesuai dengan dampak yang diduga akan terjadi, maka ditetapkan cara pengelolaan yang bagaimana yang akan di lakukan agar tepat guna. Teknologi yang akan digunakan, ditetapkan berdasarkan prinsip efektif, efisien dengan biaya murahan agar dapat ditanggulangi dari hasil proyek tanpa harus menderita kerugian. proyek berjalan dengan baik disertai keuntungan yang tetap utuh.
Tujuan dari pengelolaan lingkungan di sini terutama mencegah kemunduran populasi sumber daya alam yang dikelola dan sumber daya alam lainnya yang ada disekitarnya dan mencegah pencemaran limbah/polutan yang membahayakan.
Pengelolaan sumber daya alam
Pengelolaan sumber daya alam mencakup beberapa upaya yang dilakukan secara terpadu dan bertahap. Upaya ini disebut sebagai upaya terpadu karena dalam pengelolaan terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan bersama-sama yaiut:
  • kegiatan pemanfaatan;
  • kegiatan pengendalian;
  • kegiatanpengawasan;
  • kegiatan pemuluhan;
  • dan kegiatan pengembagnan lingkungan.
Dengan melaksanakan urutan kegiatan-kegitan seperti tersebut di atas, maka kualitas lingkungan dapat dijaga kelestariannya, agar selanjutnya dapat tetap mendukung kesejahteraan manusia. Di sini haruslah pula disertai mental dari si pengelola yang dengan segala tanggung jawab dan kesadaran harus berusaha memelihara sumber daya alam yang tersedia untuk mengelola hingga masa yang akan datang.
Pengelolaan lingkungan merupakan upaya yang dilakukan secara bertahap karena tindakan dalam pengelolaan diawali dengan: penyusunan rencana, disusul dengan tahap pelaksanaan yang berupa pemanfaatan, pengendalian, dan pengembangan lingkungan untuk menjaga kelestarian kualitas lingkungan.
Bila kit akaji selanjutnya, maka pengelolaan lingkungan berasaskan pelestarian kemampuan lingkungan agar serasi dan seimbang untuk mendukung kesejahteraan manusia.

   STRATEGI PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA DI MASA MENDATANG

1. Pengelolaan Lingkungan Hidup Mendatang
Pengelolaan lingkungan hidup sebagai usaha sadar untuk memelihara dan atau melestarikan serta memperbaiki mutu lingkungan agar dapat memenuhi kebutuhan manusia sebaik-baiknya. Pengelolaan lingkungan hidup mempunyai ruang lingkup yang secara luas dengan cara beraneka ragam pula. Secara garis besar ada 4 (empat) lingkup pengelolaan lingkungan hidup menurut Otto Sumarwoto meliputi :
a. Pengelolaan lingkungan secara rutin.
b. Perencanaan dini dalam pengelolaan lingkungan suatu daerah yang menjadi dasar dan tutunan bagiperencana pembangunan.
c. Perencanaan pengelolaan lingkungan berdasarkan perkiraan dampak lingkungan yang akan terjadi sebagai akibat suatu proyek pembangunan yang direncanakan.
d. Perencanaan pengelolaan lingkungan untuk memperbaiki lingkungan yang mengalami kerusakan karena alamiah maupun ulah manusia sendiri
Manusia secara rutin mengolah lingkungannya, yang dilaksanakan oleh masyarakat secara sehari-hari. Misalnya pembuangan sampah, penyaluran limbah rumah tangga, petani secara rutin memelihara sengkedan, pengairan sawah, memberantas hama, penyakit dan sebagainya. Walaupun kegiatanpengelolaan lingkungan secara rutin namun kegiatan itu sering tidak disebut sebagai pengelolaan rutin.
Perencanaan pengelolaan secara dini perlu dikembangkan untuk dapat memberikan petunjuk pembangunan apa yang sesuai disuatu daerah, tempat pembangunan itu dilakukan dan bagaimana pembangunan itu dilaksanakan. Karena sifatnya bersifat dini, konflik antara lingkungan dan pembangunan dapat dihindari atau dikurangi dengan pemecahan secara dini. Dengan demikian pengelolaan lingkungan bukan merupakan hambatan pembangunan, melainkan pendukung pembangunan.
Perencanaan lingkungan yang akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian yaitu mencakup aspek ketiga dan keempat, berturut-turut untuk rencana proyek pembangunan dan untuk memperbaiki lingkungan yang mengalami kerusakan. Perencanaan pengelolaan lingkungan untuk rencana proyek pembangunan umumnya dilakukan berdasarkan perkiraan dampak apa yang diakibatkan dari proyek tersebut. Metodeperencanaan dampak lingkungan yang demikian ini disebut Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), yang merupakan sarana untuk memeriksa kelayakan rencana proyek dari segi lingkungan.
2. Pembangunan Berwawasan Lingkungan Hidup
Masalah pembangunan dan pengembangan lingkungan hidup adalah rutin dan komplek. Karena itu sulit ditanggulangi dan harus ditangani oleh pemerintah dan masyarakat. Untuk itu perlu adanya kesadaran pelaksanaan program dan pemahaman tentang apa yang mau dicapai dan harus mendorong masyarakat untuk membangun pengembangan lingkungan.
Sekarang ini ada hambatan pembangunan yang mengakibatkan lingkungan kemiskinan, ada 3 (tiga) hal yaitu :
a. Kemampuan mengerahkan tabungan yang cukup, tidak dipunyai.
b. Taraf pendidikan, pengetahuan dan kemahiran masyarakat relatif rendah.
c. Kurangnya perangsang untuk menanamkan modal.
Sehingga kemiskinan melanda dimana-mana baik di kota maupun di desa, berakibat mendorong untuk pengurasan kekayaan alam semena-mena dan merusak lingkungan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Sedangkan kebodohan atau ketidaktahuan menyebabkan merusak lingkungan, karena belum ada kesadaran menjaga dan melestarikannya.
Untuk mengatasi permasalahan diatas, pembangunan yang dilaksanakan perlu adanya pendekatan ekologis. Pembangunan yang memperhatikan kelestarian dan menghindari kerusakan lingkungan yang sangat diperlukan dalam roda pembangunan, dengan pembangunan berwawasan lingkungan (berdasarkan UU No. 4 tahun 1982 tentang lingkungan hidup).
Pembangunan berwawasan lingkungan diterapkan dengan tujuan untuk dapat mengolah sumber daya alam secara bijaksana. Hal ini agar pembangunan yang dilaksanakan dapat menopang pembangunan yang berkelanjutan bagi peningkatan kwalitas hidup rakyat, dari generasi ke generasi sepanjang masa. Sehingga dengan pembangunan berwawasan lingkungan, dapat menunjang lingkungan hidup yang lestari dan serasi. Akhirnya pembangunan dapat dilaksanakan berkelanjutan yang terus menerus mengadakan peningkatan kwalitas manusia dan lingkungannya.
3. Pendidikan Lingkungan Hidup
Pendidikan lingkungan hidup adalah suatu jalan bagi pemecahan dalam masalah lingkungan hidup. Dengan jalan pendidikan lingkungan dapat meningkatkan kesadaran, pengetahuan, pengertian umum dalam melaksanakan pembangunan dan pengelolaan sumber daya lingkungan hidup. Pendidikan lingkungan itu dalam penerapannya meliputi pendidikan formal dan pendidikan non formal agar meningkatkan kesadaran masyarakat dalam lingkungan hidup secara luas.
Tujuan pendidikan lingkungan antara lain untuk mencari pemikiran baru dan perhatian terhadap masalah lingkungan yang dihadapi serta mencari alternatif pemecahan sehingga kita dapat menentukan arah dan tujuan bagi pembangunan dimasa kini dan yang akan datang. Sehingga dapat diharapkan dapat mencegah masalah dan kerusakan lingkungan yang lebih parah dan lebih jauh adanya usaha perbaikan ke arah keselarasan dan kelestarian lingkungan.
Bentuk pendidikan yang dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kesadaran keberadaan lingkungan dilaksanakan dalam berbagai bentuk. Dalam pendidikan formal penekanan terhadap penyelenggaraan pendidikan lingkungan lebih nyata wujudnya yang diajarkan diberbagai jenjang pendidikan dan dimasukkan dalam kurikulum pendidikan formal. Sedangkan dalam pendidikan non formal diterapkan dalam hal-hal yang nyata perilakunya dilapangan, baik di kota maupun di pedesaan. Dengan demikian dapat memberikan kekompakan disegala masyarakat untuk mensikapi dan berperilaku sehari-hari. Sehingga dapat menumbuhkan generasi penerus yang sadar dan memahami keberadaan lingkungan untuk melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan.
Dengan pendidikan lingkungan hidup diharapkan juga dapat meningkatkan kesadaran terhadap hukum dan tegaknya hukum lingkungan yang telah ada yaitu UU No. 4 tahun 1982. Pelaksanaan supremasi hukum lingkungan oleh aparat penegak hukum harus dilaksanakan secara jelas dan nyata, sehingga ditaati oleh segala jenis masyarakat bersama-sama mematuhi dan menjunjung tinggi keberadaannya. Sehingga dengan penegakan dan kesadaran hukum memberi sumbangan besar yang dapat menciptakan kelestarian fungsi lingkungan untuk sumber kehidupan bagi generasi mendatang.
4. Industri Indonesia Yang Ramah Lingkungan
Dalam pembangunan industri harus mengkaji ulang berbagai pendekatan dan metode industrialisasi dengan memperhatikan keberadaan lingkungan. Pendekatan tersebut seharusnya mengarah pada pembangunan industri yang ramah lingkungan, yang merupakan industri bertumpu pada manajemenyang selalu memperhatikan kaidah kelestarian lingkungan.
Di negara-negara maju penerapan industri ramah lingkungan sudah dilaksanakan cukup lama setelah mengetahui dan merasakan sendiri segala dampak yang ditimbulkan dari industrialisasi. Masalah lingkungan hidup merupakan masalah global, artinya masalah lingkungan yang terjadi disuatu negara dapat dirasakan pengaruhnya oleh negara lain pada permukaan bumi ini. Misalnya hujan asam yang membuat pencemaran dan rusaknya lingkungan hidup di danau-danau Canada akibat industri di Amerika serikat, bocornya reaktor nuklir Cernobyle Rusia mengancam kehidupan di Eropa, kebakaran hutan di Indonesia mengganggu kehidupan di Singapura dan Malaysia dan sebagainya.
Bahkan ancaman masalah lingkungan dunia ini yang akan menimbulkan banyak kekhawatiran penghuninya muncul beberapa gagasan ahli lingkungan dunia untuk bersama-sama saling memecahkan atau mengurangi permasalahan lingkungan. Antara lain dengan koferensi lingkungan hidup dunia di Swedia tahun 1972 yang banyak membantu meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan hidup. Hal ini ditindak lanjuti lagi dengan konferansi lingkungan hidup di Rio De Jainero Brasil tahun 1990 yang dikenal dengan Konferensi Bumi.
Dalam beberapa dekade ini bermunculan pula beberapa organisasi pecinta alam, yang selalu mengkampanyekan lingkungan secara semangat, baik didirikan oleh pemerintah maupun LSM dibanyak negara. Misalnya saja Greenpeace yang didanai kerajaan Inggris yang sangat giat memperjuangkan kelestarian lingkungan dibeberapa negara. Demikian juga di Indonesia banyak bermunculan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan pecinta alam yang saat ini sangat berperan dalam usaha mengontrol beberapa lingkungan. Hanya saja peran pemerintah saat ini belum mendukung sepenuhnya usaha pemerhati lingkungan ini, karena berkaitan dengan kebijaksanaan politik dan kebijaksanaan lainnya.
Oleh karena itu sudah saatnya pembangunan industrialisasi ini harus menuju pada industri yang ramah lingkungan. Pembangunan industri yang ramah lingkungan ini tidak hanya kebijaksanaan dan penerapan hanya dikontrol oleh pemerintah saja, tetapi perlu memberi kesempatan yang seluas-luasnya bagi komponen bangsa yaitu warga masyarakat untuk ikut aktif mengontrol pelaksanaannya. Masyarakat harus dilibatkan semua, artinya yang sangat peduli tentang keberadaan lingkungan. Misalnya masyarakat umum, masyarakat kampus, lembaga swadaya masyarakat, pemerhati lingkungan dan organisasi pecinta alam. Sehingga masyarakat dapat mengadakan penentangan terhadap industri yang tidak ramah lingkungan dikemudian hari.
Industri ramah lingkungan ini harus diperhatikan banyak hal yang mengarah pada segala sepak terjangnya dan memacu pada kelestarian lingkungan serta tidak ada upaya merusak lingkungan. Misalnya industri yang ada atau pendirian industri harus lolos dalam kelayakan rencana industri dari segi lingkungan atau Analisa Dampak Lingkungan (ANDAL).
Diharuskan industri yang ada di Indonesia memiliki sarana pembuangan limbah dan cerobong asap yang baik sekaligus penetralisir terhadap masalah lingkungan yang dapat ditimbulkan. Memang jika melihat hal ini menganggap bahwa pengelolaan limbah hal yang sepele, tetapi dampaknya sangat besar terhadap lingkungan secara global.
Dalam segi bahan baku diharapkan industri mendatang mengurangi atau meninggalkan segala jenis bahan yang dapat merusak lingkungan seperti gas CFC, Feom, Neon, Metanol, Plastik dan sebagainya yang merusak lingkungan. Tentang bahan bakar yang digunakan harus dapat dikurangi dan diganti dengan bahan bakar yang tidak merusak lingkungan. Selain itu seyogyanya pemerintah melarang industri memproduksi barang yang menambah kerusakan lingkungan. Untuk itu peran generasi mendatang yang akan menentukan keberadaan lingkungan.
Disamping itu pendirian industri harus diperhatikan kaidah ekonomi, adanya sentralisasi industri yang banyak terjadi di kota-kota besar harus dirubah dengan adanya pembatasan pendirian industri di daerah tersebut. Selanjutnya perlu dipikirkan pengalihan lokasi daerah baru ke tempat lain agar mengurangi masalah yang ada. Dengan mengalihkan ke pedesaan atau di wilayah yang masih kosong atau sedikit industrinya. Hal ini juga perlu adanya keseimbangan keberadaan industri. Maksud keseimbangan ini adalah keberadaan industri di perkotaan dan di pedesaan, antara industri perkotaan dan pedesaan harus ada pembagian produksi yang merata. Misalnya industri pedesaan bergerak dalam industri primer seperti hasil pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan dan sebagainya, yang langsung dimanfaatkan masyarakat konsumen atau industri ringan atau industri kecil. Sedangkan industri di perkotaan merupakan industri lanjutan yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi atau disebut industri berat atau industri besar. Sehingga dalam kegiatan industri tidak saling mematikan, tetapi saling mendukung agar Indonesia menjadi negara industri yang tangguh dan sebagai perwujudan pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup.
Sumber  :
 Lingkungan Hidup & Kelestariannya Prof. Dr. H, Imam Supardi, dr. Sp.Mk.
STRATEGI PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA DI MASA MENDATANG  Trisno Widodo

DRAINASE PERKOTAAN YANG BERNUANSA LINGKUNGAN


              Tugas Perkuliahan Pengetahuan Lingkungan (UnPal 2014)

Drainase Perkotaan Yang Bernuansa Lingkungan
Irwansyah Putra

Mendengar kata hujan, mungkin yang terbayang di benak kita adalah banjir. Hal ini kerap terjadi karena biasanya saat hujan turun sebagian besar air akan meluap dan menimbulkan genangan ataupun banjir. Namun sebaliknya, ketika musim kemarau sumber air banyak yang mengalami kekeringan karena cadangan air tanah permukaan yang ada habis disedot untuk keperluan rumah tangga dan industri. Inilah permasalahan terkait sektor air khususnya di perkotaan yang harus diperhatikan. Salah satu solusi konkret untuk masalah tersebut adalah dengan memperbaiki sistem drainase perkotaan. 
Sistem Drainase Berwawasan Lingkungan

Drainase didefinisikan sebagai pembuangan air permukaan, baik secara gravitasi maupun dengan pompa dengan tujuan untuk mencegah terjadinya genangan, menjaga dan menurunkan permukaan air sehingga genangan air dapat dihindarkan. Drainase perkotaan berfungsi mengendalikan kelebihan air permukaan sehingga tidak merugikan masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Kelebihan air tersebut dapat berupa air hujan, air limbah domestik maupun air limbah industri. Oleh karena itu drainase perkotaan harus terpadu dengan sanitasi, sampah, pengendali banjir kota dan lainnya. 

Sebagaimana tergambar pada bagan fasilitas penahan air hujan di atas, menurut Dr. Ir. Suripin M.Eng dari Universitas Diponegoro, berdasarkan fungsinya, terdapat dua pola yang dipakai untuk menahan air hujan, yaitu: 
•    Pola detensi (menampung air sementara), yaitu menampung dan menahan air limpasan  permukaan sementara untuk kemudian mengalirkannya ke badan air misalnya dengan membuat kolam penampungan sementara untuk menjaga keseimbangan tata air.
•    Pola retensi (meresapkan), yaitu menampung dan menahan air limpasan permukaan sementara sembari memberikan kesempatan air tersebut untuk dapat meresap ke dalam tanah secara alami antara lain dengan membuat bidang resapan (lahan resapan) untuk menunjang kegiatan konservasi air.

Pengembangan permukiman di perkotaan yang demikian pesatnya justru makin mengurangi daerah resapan air hujan karena luas daerah yang ditutupi oleh perkerasan semakin meningkat dan waktu berkumpulnya air (time of concentration) pun menjadi jauh lebih pendek sehingga pada akhirnya akumulasi air hujan yang terkumpul melampaui kapasitas drainase yang ada. 

Banyak kawasan rendah yang semula berfungsi sebagai tempat parkir air (retarding pond) dan bantaran sungai kini menjadi tempat hunian. Kondisi ini akhirnya akan meningkatkan volume air permukaan yang masuk ke saluran drainase dan sungai. Hal ini dapat dilihat dari air yang meluap dari saluran drainase, baik di perkotaan maupun di permukiman, yang menimbulkan genangan air atau bahkan banjir. Hal itu terjadi karena selama ini drainase difungsikan untuk mengalirkan air hujan yang berupa limpasan (run-off) secepat-cepatnya ke penerima air/badan air terdekat.

Untuk mengatasi permasalahan infrastruktur tersebut diperlukan sistem drainase yang berwawasan lingkungan dengan prinsip dasar mengendalikan kelebihan air permukaan sehingga dapat dialirkan secara terkendali dan lebih banyak memiliki kesempatan untuk meresap ke dalam tanah. Hal ini dimaksudkan agar konservasi air tanah dapat berlangsung dengan baik dan dimensi struktur bangunan sarana drainase dapat lebih efisien. 

Menurut Dr. Ing. Ir. Agus Maryono dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, pengelolaan drainase secara terpadu berwawasan lingkungan merupakan rangkaian usaha dari sumber (hulu) sampai muara (hilir) untuk membuang/mengalirkan hujan kelebihan melalui saluran drainase dan atau sungai ke badan air (pantai/laut, danau, situ, waduk, dan bozem) dengan waktu seoptimal mungkin sehingga tidak menyebabkan terjadinya masalah kesehatan dan banjir di dataran banjir yang dilalui oleh saluran dan atau sungai tersebut (akibat kenaikan debit puncak dan pemendekan waktu mencapai debit puncak). Berbeda dengan prinsip lama, yaitu mengalirkan limpasan air hujan ke badan air penerima secepatnya, drainase berwawasan lingkungan bekerja dengan berupaya memperlambat aliran limpasan air hujan.

Prinsipnya, air hujan yang jatuh ditahan dulu agar lebih banyak yang meresap ke dalam tanah melalui bangunan resapan, baik buatan maupun alamiah seperti kolam tandon, sumur-sumur resapan, biopori, dan lain-lain. Hal ini dilakukan mengingat semakin minimnya persediaan air tanah dan tingginya tingkat pengambilan air. 

Pengembangan prasarana dan sarana drainase berwawasan lingkungan ditujukan untuk mengelola limpasan permukaan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk menahan air hujan sesuai dengan kaidah konservasi dan keseimbangan lingkungan. Konsep inilah yang ingin mengubah paradigma lama dalam pembangunan drainase khususnya di perkotaan.

Pelestarian prasarana dan sarana drainase mandiri berbasis masyarakat sangat bergantung pada kemauan dan kemampuan masyarakat dalam mengoperasikan, memanfaatkan, dan memelihara prasarana dan sarana yang ada. Secara umum aspek yang perlu diperhatikan dalam pelestarian adalah pengelolaan prasarana dan sarana serta penyuluhan dan pedoman pemeliharaan yang mengedepankan partisipasi masyarakat. Masyakarat dapat berperan dan berpartisipasi dalam setiap tahapan perencanaan, pembangunan, operasional dan pemeliharaan sistem jaringan drainase melalui beberapa tahap, antara lain:
1.    Tahap Survei dan Investigasi : masyarakat dapat memberikan informasi calon lokasi yang akan dibangun dan kondisi setempat seperti kelayakan dari segi teknis dan ekonomi.
2.    Tahap Perencanaan : masyarakat dapat ikut serta dalam persetujuan, kesepakatan dan penggunaan dari perencanaan yang telah dibuat.
3.    Tahap Pembebasan Lahan : masyarakat memberi kemudahan dan memperlancar proses pembebasan lahan apabila lahan masyarakat terkena dampak pembangunan.
4.    Tahap Pembangunan : masyarakat dapat ikut serta dalam pengawasan dan terlibat dalam pelaksanaan sesuai dengan kapasitas dan kemampuan.
5.    Tahap Operasi dan Pemeliharaan : masyarakat ikut serta aktif dalam pemeliharan dan pengoperasian, melaporkan jika ada kerusakan.
6.    Tahap Monitoring dan Evaluasi : masyarakat dapat memberikan data yang benar dan nyata sesuai dengan kondisi eksisting di lapangan terkait segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan proyek serta dampak yang ditimbulkannya.

Cara paling efektif agar drainase berwawasan lingkungan ini dapat berkelanjutan adalah peran serta masyarakat untuk ikut aktif di dalam penerapan pelestarian air tanah karena jika persediaan air tanah habis, merekalah yang paling merasakan akibatnya. Masyarakat dapat berperan aktif untuk ikut menabung air melalui kolam tandon penampung air hujan, berupa reservoir bawah tanah maupun dengan tangki penampung yang berfungsi menampung dan mengalirkan air hujan yang jatuh dari permukaan tanah, bangunan, juga atap rumah. 

Sumur Resapan, Solusi Termurah
Sumur resapan adalah salah satu solusi murah dan cepat untuk masalah banjir. Umumnya sumur resapan berbentuk bundar dengan diameter minimal 1 meter. Lubang galian sebelah atas sampai lapisan tanah relatif keras dan bersemen agar dilindungi dengan bidang penahanan longsoran dinding sumur (bisa dari bambu, pasangan bata, base beton atau drum). Kedalaman sumur resapan relatif tergantung kondisi formasi batuan dan muka air tanah. Untuk daerah yang muka air tanahnya dalam, kedalaman sumur resapan dapat dibuat hingga mencapai 5 meter. 

Idealnya dalam perencanaan drainase di suatu wilayah perlu direncanakan adanya sumur resapan sehingga dimensi saluran drainase dapat lebih diminimalkan. Untuk hasil yang lebih maksimal, penggunaan sumur resapan dapat divariasikan dengan bangunan drainase lainnya seperti kolam resapan. Upaya ini akan berdampak besar bila semua masyarakat sadar dan mau menerapkannya. 

Peran sumur resapan tentu tidak akan berarti bila hanya beberapa rumah yang menerapkannya. Bayangkan, bila setiap rumah memiliki sumur resapan yang masing-masing mampu meresapkan air hujan sejumlah satu meter kubik dan satu kawasan terdapat sepuluh ribu rumah maka akan didapatkan sepuluh ribu meter kubik air yang dapat meresap ke tanah. Kawasan tersebut dapat mengurangi limpasan permukaan yang akan membebani saluran drainase di hilir dan mampu mengurangi masalah kekeringan pada musim kemarau karena pada musim penghujan, mereka telah menabung air.


Sumber  :
Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum


PENDEKATAN EKOSISTEM DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN

             Tugas Perkuliahan Pengetahuan Lingkungan (UnPal 2014)

Pendekatan Ekosistem Dalam Pengelolaan Lingkungan
Irwansyah Putra

CBD (Convention on Biological Diversity) menegaskan bahwa upaya pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati harus dilakukan secara holistik, memperhitungkan tiga level keanekaragaman hayati dan sepenuhnya mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi dan budaya. Maka ecocystem approach menjadi kerangka acuan utama upaya pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati [1].
Ekosistem sendiri memiliki definisi sebagai interaksi dinamis komponen biotik dan abiotik dalam suatu lingkungan yang menghasilkan aliran energi dan daur hara[2].
Pendekatan ekosistem dapat dilakukan pada skala ruang dan wilayah apapun, menempatkan manusia sebagai bagian integral dari ekosistem, memerlukan pendekatan pengelolaan adaptif [3]. Pendekatan ekosistem tidak meniadakan pendekatan pelestarian dan pengelolaan lain sepertibiosphere reservesprotected areasingle-species conservation, melainkan mengintegrasikan seluruh pendekatan tersebut dalam menghadapi kompleksnya situasi dan permasalahan yang ditemui.
Panduan pelaksanaan pengelolaan berbasis ekosistem adalah sebagai berikut:
Fokus pada hubungan dan proses fungsional dalam ekosistem
Komponen-komponen dalam ekosistem mengendalikan pola penyimpanan dan pelepasan energi, air, dan nutrisi serta ikut membangun daya tahan ekosistem terhadap gangguan. Pengetahuan atas fungsi dan struktur ekosistem sangat dibutuhkan terutama untuk memahami daya tahan ekosistem, dampak kerusakan lingkungan dan habitat, penyebab utama kerusakan, serta faktor-faktor penentu pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Meningkatkan benefit-sharing
Pendekatan ekosistem berusaha mempertahankan dan memperbaiki nilai manfaat dari fungsi ekosistem yang ada, yang pada gilirannya akan membuat para pihak terkait mampu bertanggung jawab secara mandiri dalam pelestarian dan pemanfaatan ekosistem tersebut.
Pendekatan ini bisa dilakukan antara lain dengan cara peningkatan kapasitas komunitas lokal dalam pengelolaan ekosistem dan penilaian atas barang dan jasa yang dihasilkan ekosistem secara adil dan memadai.
Melakukan praktik adaptive management
Proses dan fungsi ekosistem sangat kompleks dan beragam. Perlu dipahami, akibat tingginya tingkat ketidakpastian hubungan dengan konstruksi sosial yang ada, pengelolaan ekosistem harus merupakan proses pembelajaran yang terus-menerus terjadi. Pembelajaran hanya bisa dilakukan bila terdapat kemungkinan adaptasi. Implementasi program harus dirancang memiliki cukup daya kelenturan dan penyesuaian.
Pengelolaan kegiatan dilakukan pada skala isu yang tepat
Pendekatan ekosistem harus dilakukan dengan pola desentralisasi sampai ke level terbawah. Pengelolaan kegiatan tak jarang harus dilakukan pada tingkatan komunitas lokal. Efektivitas desentralisasi membutuhkan pendampingan dan pemberdayaan, juga dukungan kerangka kebijakan dan aturan. Pada keterlibatan hak-hak publik, pengelolaan dalam skala yang lebih besar dibutuhkan untuk dapat mengakomodasi seluruh kepentingan para pihak.
Menjamin keterlibatan, kerja sama, dan koordinasi antarsektor
Pendekatan ekosistem tidak dapat lepas dari strategi dan rencana aksi nasional, sehingga tetap harus memperhitungkan keterlibatan, kerjasama, dan koordinasi antarsektor dalam mengelola sumber daya alam, antara lain pertanian, perikanan, kehutanan, dan berbagai sektor terkait lainnya.



SISTEM PANEN HUJAN (PENGELOLAAN AIR HUJAN)

              Tugas Perkuliahan Pengetahuan Lingkungan (UnPal 2014)

Sistem Panen Hujan
Irwansyah Putra



Hujan adalah anugerah tuhan yang selalu dikirim ke permukaan bumi. Hujan dapat terjadi di daratan, di laut, di gunung, di kutub atau di mana saja di permukaan bumi.  Tetapi jika lingkungan sebagai “penampung alami” rusak maka hujan akan menjadi masalah, bukan lagi rahmat. Banjir di daerah perkotaan dan longsor di daerah bergunung sejak lama selalu. Jakarta dan kota-kota besar lainnya selalu jadi langganan banjir. Banjir yang terjadi secara sederhana karena saluran pembuangan yang buruk dan sedikitnya drainese serta semakin berkurangnya ruang terbuka hijau. Secara rumitnya, banjir merupakan kiriman air yang banyak dari hulu sungai, pasang naik air laut, ambrolnya bendungan atau danau buatan dan sebagainya. Di musim hujan kita seperti kelebihan air, sangat klise dengan apa yang terjadi di musim kemarau kita kekurangan air.

Air adalah sumber kehidupan, tapi terlalu banyak atau terlalu sedikit air akan menjadi ancaman terhadap kehidupan. Bisakah kita “menabung” air hujan untuk dipanen di kemudian hari? Mengapa kita tidak panen air hujan secara langsung atau tidak langsung. Tulisan ini mencoba mengupas bagaimana mengelola air hujan.

Sistem pemanfaatan air hujan

Dengan semakin padatnya penduduk, keperluan terhadap air menjadi semakin meningkat. Seiring dengan itu, dari waktu ke waktu kondisi permukaan air tanah semakin menurun. Dampak penurunan muka air tanah ini bukan tanpa masalah. Buruknya kualitas air yang kita konsumsi merupakan salah satu akibat. Apalagi bagi daerah yang mempunyai ketinggian rendah, seperti pesisir pantai. Akan mendorong terjadinya penyusupan (intrusi) air laut sehingga air tanah akan berasa payau karena tercampur oleh air laut yang mempunyai kadar garam yang tinggi. Akibat yang lebih parah adalah amblasnya permukaan tanah (land subsidence) dan menurunkan daya dukung kota. Amblasnya permukaan tanah ini salah satu sebabnya adalah menurunnya muka air tanah sebagai akibat tidak direchargenya air tanah dengan air hujan atau dapat juga karena pemakaian air tanah secara berlebihan. Kondisi ini akan sangat mempengaruhi keberadaan bangunan-bangunan tinggi dan prasarana kota.

Ironisnya, di tengah kesulitan air tersebut hujan yang melimpah umumnya dibiarkan saja terbuang. Hanya sedikit dari masyarakat yang mau memanfaatkannya. Padahal jika air hujan mau dimanfaatkan, hampir sebagian kebutuhan air dapat ditanggulangi. Seperti untuk mencuci, mandi, wc, menyiram tanaman, mencuci kendaraan dan lain-lain. Air hujan yang terbuang itu ternyata menyebabkan banjir, rusaknya harta benda dan hanyutnya harta dan hilangnya nyawa banyak orang.

Ada suatu teknologi dimana air hujan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kita sehari-hari akan air. Teknologi ini pernah dimanfaatkan oleh penulis (Supli Rahim). Teknologi ini merupakan upaya untuk memanen hujan di rumah dan halaman rumah. Lihat video berikut.

http://www.youtube.com/watch?v=43t8bFztUuA

Secara sederhana sistem teknologi ini meliputi sistem pengumpulan, penyimpanan dan pemanfaatan hujan. Penampungan hujan dilakukan dengan membuat bak-bak (tandon) penampungan. Pengoperasian sistem dilakukan dengan sistem pemipaan secara khusus. Teknologi pemanfaatan hujan ini disusun berdasarkan fungsi-fungsi seperti pengumpulan hujan, penyimpanan hujan, penentuan syarat hujan, pendistribusian, pengaliran hujan yang berlebih dan pengisian bak penampungan di musim kering.
Dengan teknologi pemanfaatan hujan ini, masyarakat dapat secara mandiri memenuhi kebutuhan airnya. Yang tidak kalah penting adalah menjaga kelestarian sirkulasi air alami, serta menciptakan keharmonisan antara penataan lingkungan perkotaan dan curah hujan.
Menurut perhitungan dari Rahim (2008), jika misalnya satu buah rumah di suatu kota dengan luas atapnya rata-rata 300 m2 dengan halaman 1100 m2 dan curah hujan turun 3000 mm/tahun, maka potensi simpanan air adalah 1400m2/rumah x 3 m/tahun. Artinya, akan ada 4200  m3 air hujan per tahun. Bayangkan, berarti untuk kota Palembang yang luasnya mencapai 40.000 ha maka dengan asumsi jumlah air hujan yang bisa ditampung hanya 10 persen saja maka jumlah air hujan yang tertampung itu adalah 40.000 x 10.000 x 0,1 x 3 m = 120 juta m3. Jumlah ini jauh lebih tinggi dari produksi PDAM Tirta Musi Palembang,

Namun, sayangnya teknologi ini belum banyak dilirik masyarakat. Hal ini karena sedikitnya informasi tentang pemanfaatan air hujan serta tidak lepas dari persepsi masyarakat tentang hujan. Misalnya sebagian masyarakat menganggap bahwa hujan tidak dapat digunakan untuk minum, sehingga mereka menolak untuk memanfaatkannya. Yang kedua, masyarakat belum atau tidak terbiasa menggunakan hujan sebagai sumber air bersih untuk kegunaan selain air minum. Bersamaan dengan itu, di kalangan perencanaan bangunan dan kebijakan juga masih menganggap bahwa hujan tidak bisa dimanfaatkan sebagai sumber penyediaan air karena teknologinya belum mereka ketahui.

Coba bayangkan, kalau saja rumah tinggal, kompleks perumahan, tempat ibadah, gedung-gedung perkantoran, taman dan jalan-jalan perkotaan dimanfaatkan untuk dibuatkan teknologi pemanfaatan hujan. Setidaknya dapat menjadikan masalah air di tahun-tahun mendatang dapat diatasi. Sebab, di era pembangunan saat ini, kota-kota di Indonesia termasuk dalam kategori daerah kekurangan air dalam batas ambang kebutuhan. Dalam pengertian ini, daerah perkotaan akan selalu dilanda kekeringan di musim kemarau. Jika sudah begini, jadilah air seharga logam mulia bahkan lebih mahal lagi. Kapan kita bisa menyadari ini?

Sumber  :
Prof Supli Effendi Rahim


PENGOLAHAN AIR LIMBAH (BUANGAN)

               Tugas Perkuliahan Pengetahuan Lingkungan (UnPal 2014)

Pengolahan Air Limbah (buangan)
Irwansyah Putra 

 Pengelolaan air, suka tidak suka termasuk di dalamnya adalah bagaimana kita mengolah air limbah baik limbah domestik maupun limbah industri. Limbah cair banyak dihasilkan dari proses pengolahan hasil pertanian maupun dalam kegiatan produksi pertanian dan ternak.

Sebenarnya, limbah buangan apapun yang dalam bentuk cair banyak mengandung hara yang baik untuk tanaman- karena di dalamnya banyak mengandung hara N, P dan K... Hanya saja belum banyak dimanfaatkan. Fokus para praktisi adalah bagaimana mengolah limbah tersebut dengan cepat, murah dan memenuhi tunutuan poeraturan perundang-undangan yang berlaku.  Berikut adalah pengolahan air limbah dari buangan industri.

Limbah merupakan hasil buangan sisa industri yang mengandung berbagai macam kandungan berbahaya dan tak berguna. Oleh karena itu wajib bagi para pelaku industri untuk mengolah limbahnya terlebih dahulu agar layak dibuang ke lingkungan. Lemahnya penegakan hukum terhadap para pelaku industri yang tidak mau mengolah limbah menjadi salah satu penyebab rusaknya lingkungan sekitar. Jika dipikirkan lebih jauh maka tak sekedar itu kerugiannya, rusaknya lingkungan dapat berdampak pada matinya makhluk hidup disana yang kemudian dapat mematikan mata pencaharian penduduk yang biasanya bekerja sebagai nelayan. walaupun jika para nelayan nekat, ikan beracun yang tercemar limbah tersebut dapat meracuni manusia yang memakannya. karena secara tidak langsung kita memakan limbah tersebut.

Oleh karena itu pengolahan limbah menjadi suatu hal yang sangat penting dan wajib untuk melindungi alam ini. Bukankah Allah telah menyuruh kita untuk menjaga alam ini?
Ada 5 tahap yang di perlukan dalam pengolahan air limbah. yaitu:
  • Pengolahan Awal (Pretreatment)
  • Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment)
  • Pengolahan Tahap Kedua (Secondary Treatment)
  • Pengolahan Tahap Ketiga (Tertiary Treatment)
  • Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)

1.Pengolahan Awal (Pretreatment)
Tahap ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dalam limbah. Beberapa proses pengolahan yang berlangsung pada tahap ini ialah screen and grit removal, equalization and storage, serta oil separation.
grit removal
2.Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment)
•pengolahan tahap pertama memiliki tujuan yang sama dengan pengolahan awal. Letak perbedaannya ialah pada proses yang berlangsung. Proses yang terjadi ialah neutralization, chemical addition and coagulation, flotation, sedimentation, dan filtration.
proses flotation
3.Pengolahan Tahap Kedua (Secondary Treatment)
•tahap kedua dirancang untuk menghilangkan zat terlarut dari limbah yg tak dapat dihilangkan dgn proses fisik. Peralatan yang umum digunakan pada pengolahan tahap ini ialah activated sludge, anaerobic lagoon, tricking filter, aerated lagoon, stabilization basin, rotating biological contactor, serta anaerobic contactor and filter.
proses sekunder
4.Pengolahan Tahap Ketiga (Tertiary Treatment)
•Proses-proses yang terlibat dalam pengolahan air limbah tahap ketiga ialah coagulation and sedimentation, filtration, carbon adsorption, ion exchange, membrane separation, serta thickening gravity or flotation. pada proses ini dilakukan pemisahan secara kimia untuk lebih memurnikan air yang belum sepenuhnya bersih.filtrasi carbon
5.Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)
•Lumpur yang terbentuk sebagai hasil keempat tahap pengolahan sebelumnya kemudian diolah kembali melalui proses digestion or wet combustion, pressure filtration, vacuum filtration, centrifugation, lagooning or drying bed, incineration, atau landfill.pengolahan lumpur
Beberapa proses memang tidak dijelaskan secara rinci karena prosesnya yang rumit, namun untuk beberapa kata akan didefinisikan secara ringkas.
Filtration : filtrasi atau penyaringan untuk memisahkan cairan dengan padatan. padatan dapat berukuran besar maupun sangat kecil tergantung dari penyaringnya
Centrifugation : sentrifugasi atau memisahkan antara cairan dan padatan dengan memanfaatkan gaya sentrifugal Inceneration : insenerasi atau melakukan pembakaran dengan suhu tinggi
Sedimenttation : sedimentasi atau mengendapkan zat yang yang diinginkan daru suatu larutan dengan menambahkan suatu senyawa lainCoagulation: koagulagi atau penggumpalan, yaitu dengan menggumpalkan senyawa yang tak diinginkan. zat yang dikuagulasikan tak menjadi sekeras seperti koagulasi.
 
sumber:
 http://bisakimia.com/2013/01/04/teknik-pengolahan-air-limbah.
Prof. Supli Effendi Rahim

PENGOLAHAN AIR BERSIH

A. RANGKAIAN PROSES PENGOLAHAN AIR BERSIH

Pengolahan air merupakan rangkaian proses untuk mendapatkan air bersih dan sehat dengan standar mutu air yang memenuhi syarat kesehatan, meliputi proses perubahan fisik, kimia, dan biologi air baku. Adapun tujuan pengolahan air adalah :

1.            Memperbaiki derajat keasaman.
2.            Mengurangi bau.
3.            Menurunkan dan mematikan mikroorganisme. 
4.            Mengurangi kadar bahan-bahan terlarut (Kusnaedi, 1995).

Pengolahan Air Secara Fisika
Pengolahan air secara fisika yang biasa dilakukan adalah penyaringan, pengendapan atau sedimentasi, absorbsi, dan adsorbsi.

Penyaringan atau Filtrasi:
Penyaringan merupakan pemisahan antara padatan atau koloid dengan cairan. Proses penyaringan air melalui pengaliran air pada media butiran. Secara alami penyarinagn air terjadi pada permukaan yang mengalami peresapan pada lapisan tanah. Bakteri dapat dihilangkan secara efektif melalui proses penyaringan demikian pula dengan warna, keruhan, dan besi.

Pada proses penyaringan, partikel-partikel yang cukup besar akan tersaring pada media pasir, sedangkan bakteri dan bahan koloid yang berukuran lebih kecil tidak tersaring seluruhnya. Ruang antara butiran berfungsi sebagai sedimentasi dimana butiran terlarut mengendap. Bahan-bahan koloid yang terlarut kemungkinan akan ditangkap karena adanya gaya elektrokinetik. Banyak bahan-bahan yang terlarut tidak dapat membentuk flok dan pengendapan gumpalan-gumpalan masuk ke dalam filter dan tersaring.

Jenis saringan pasir yang sering digunakan :

1.         Saringan Pasir Lambat: Saringan pasir lambat adalah saringan pasir yang mempunyai kerja mengolah air baku secara gravitasi melalui lapisan pasir sebagai media penyaringan. Kecepatan penyaringan berkisar antara 0,1 – 0,4 m³/jam. Proses penyaringan dapat berjalan baik apabila tinggi pasir penyaring minimal 70 cm, karena aktifitas mikroorganisme terjadi di lapisan sampai 30 – 40 cm di bawah permukaan. Mikroorganisme ini berfungsi memakan dengan menghancurkan zat organik sewaktu air mengalir lewat pasir tersebut. Ketebalan pasir di bawahnya lagi berfungsi sebagai saringan zat kimia, karena disini terjadi proses kimiawi. Diameter pasir berkisar antara 0,2 -0,3 mm, dapat menyaring telur cacing, kista amoeba, larva cacing, dan bakteri (Sanropie, 1984).

2.         Saringan Pasir Cepat: Saringan pasir cepat juga bekerja atas dasar gaya gravitasi melalui pasir berdiameter 0,2 – 2,0 mm, dan kerikil berdiameter 25 – 50 mm, kecepatan filtrasi 100- 125 m/hari. Tebal pasir efektif sekitar 80 – 120 cm. Saringan pasir cepat ini dapat menyaring telur cacing, kista amoeba, larva cacing. Pasir cepat ini juga bisa digunakan untuk mengurangi Fe dan Mn (Sanropie, 1984).


                                          

Sedimentasi atau Pengendapan
Sedimentasi adalah proses pengendapan partikel padat yang tersusupensi dalam cairan atau zat cair dengan menggunakan pengaruh gravitasi atau gaya berat secara alami. Kegunaan sedimentasi untuk mereduksi bahan-bahan yang tersuspensi pada air dan kandungan organisme tertentu di dalam air.

Ada dua jenis pengendapan yaitu Discrete Settling dan Flocelent Settling. Discrete Settling terjadi apabila proses pengendapan suatu partikel tidak terpenuhi oleh proses pengelompokkan partikel sehingga kecepatan endapannya akan konstan. Flocelent Settling dipengaruhi oleh pengelompokkan partikel sehingga kecepatan pengendapan yang dimiliki berubah semakin besar.

Proses sedimentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (Sanropie, 1984):
Diameter butiran.
·         Berat jenis butiran.
·         Berat jenis zat cair.
·         Kekeruhan cairan.
·         Kecepatan aliran.

Pengolahan Air secara Kimia

1.      Koagulasi atau Flokulasi : Koagulasi atau flokulasi adalah proses pengumpulan partikel-partikel yang tidak dapat diendapkan dengan jalan menambahkan koagulasi. Contoh bahan koagulasi antara lain tawas dan kapur (Sanropie, 1984).Cara koagulasi atau flokilasi dalam pengolahan air dengan bahan kimia berguna untuk air yang mengandung bahan kimia, dan warna tetapi tidak terlalu pekat. Pada prinsipnya apabila air sudah susah diendapkan maka berarti perlu ditambahkan bahan kimia.

2.      Aerasi: Aerasi dalah proses pengolahan air dengan mengotakkan air dengan uadara yang bertujuan untuk menambah oksigen, menurunkan karbondioksida, dan mangan supaya bisa diendapkan. Proses ini juga menghilangkan bau pada air (Sanropie, 1984).
Pengolahan Air secara Mikrobiologi: Upaya untuk memperbaiki mikrobiologi air yang paling konvensional adalah dengan mematikan mikroorganisme dalam air. Proses mematikan mikroorganime yang banyak dipraktekkan serta paling sederhana adalah dengan mendidihkan air hingga mencapai suhu 100ÂșC (Sanropie, 1984).

sumber

kesehatan lingkungan-indonesia.
Prof. Supli Effendi Rahim


Ketersediaan air bersih di sebuah kawasan sangatlah penting. Namun, mengingat bahwa tidak semua kawasan mendapatkan air bersih, maka perlu adanya pemerataan distribusi air bersih bagi masyarakat.
 Kriteria air bersih biasanya meliputi 3 aspek, yaitu kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Dalam usaha menyediakan air bersih, biasanya BUMD di Indonesia yang berkaitan dengan hal ini adalah PDAM. Kadang ada yang menyindirnya sebagai Perusahaan Dagang Air Mandi, karena terkadang air yang didistribusikan tidak memenuhi kriteria air minum.

Secara teknis, tulisan ini sebenarnya akan membahas mengenai jenis-jenis pengolahan air bersih. Secara umum, pengolahan air bersih terdiri dari 3, yaitu pengolahan secara fisika, kimia, dan biologi. Pada pengolahan secara fisika, biasanya dilakukan secara mekanis, tanpa adanya penambahan bahan kimia. Contohnya adalah pengendapan, filtari, adsorpsi, dan lain-lain. Pada pengolahan secara kimiawi, terdapat penambahan bahan kimia, seperti klor, tawas, dan lain-lain, biasanya digunakan untuk menyisihkan logam-logam berat yang terkandung dalam air. Pada pengolahan secara biologis, biasanya memanfaatkan mikroorganisme sebagai media pengolahnya.

PDAM, biasanya melakukan pengolahan secara fisika dan kimiawi dalam proses penyediaan air bersih. Secara umum, skema pengolahan air bersih di daerah-daerah di Indonesia terlihat seperti pada gambar di bawah. Terdapat 3 bagian penting dalam sistem pengolahannya.

Skema pengolahan air bersih

1. Bangunan Intake
Bangunan intake ini berfungsi sebagai bangunan pertama untuk masuknya air dari sumber air. Pada umumnya, sumber air untuk pengolahan air bersih, diambil dari sungai. Pada bangunan intake ini biasanya terdapat bar screenyang berfungsi untuk menyaring benda-benda yang ikut tergenang dalam air. Selanjutnya, air akan masuk ke dalam sebuah bak yang nantinya akan dipompa ke bangunan selanjutnya, yaitu WTP – Water Treatment Plant.

2. Water Treatment Plant
Water Treatment Plant atau lebih populer dengan akronim WTP adalah bangunan utama pengolahan air bersih. Biasanya bagunan ini terdiri dari 4 bagian, yaitu : bak koagulasi, bak flokulasi, bak sedimentasi, dan bak filtrasi. Nah, sekarang kita bahas satu per satu bagian-bagian ini.

a. Koagulasi
Dari bangunan intake, air akan dipompa ke bak koagulasi ini. Apa yang terjadi dalam bak ini..?? pada proses koagulasi ini dilakukan proses destabilisasi partikel koloid, karena pada dasarnya air sungai atau air-air kotor biasanya berbentuk koloid dengan berbagai partikel koloid yang terkandung di dalamnya. Destabilisasi partikel koloid ini bisa dengan penambahan bahan kimia berupa tawas, ataupun dilakukan secara fisik dengan rapid mixing (pengadukan cepat), hidrolis (terjunan atau hydrolic jump), maupun secara mekanis (menggunakan batang pengaduk). Biasanya pada WTP dilakukan dengan cara hidrolis berupa hydrolic jump. Lamanya proses adalah 30 – 90 detik.

Proses Koagulasi Secara Mekanis dengan mesin pemutar
b. Flokulasi
Setelah dari unit koagulasi, selanjutnya air akan masuk ke dalam unit flokulasi. Unit ini ditujukan untuk membentuk dan memperbesar flok. Teknisnya adalah dengan dilakukan pengadukan lambat (slow mixing).


Proses Flokulasi Partikel Koloid

c. Sedimentasi
Setelah melewati proses destabilisasi partikel koloid melalui unit koagulasi dan unit flokulasi, selanjutnya perjalanan air akan masuk ke dalam unit sedimentasi. Unit ini berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel koloid yang sudah didestabilisasi oleh unit sebelumnya. Unit ini menggunakan prinsip berat jenis. Berat jenis partikel koloid (biasanya berupa lumpur) akan lebih besar daripada berat jenis air. Dalam bak sedimentasi, akan terpisah antara air dan lumpur.



Proses Sedimentasi

Gabungan unit koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi disebut unit aselator

Unit Aselator pada Water Treatment Plant

d. Filtrasi
Setelah proses sedimentasi, proses selanjutnya adalah filtrasi. Unit filtrasi ini, sesuai dengan namanya, adalah untuk menyaring dengan media berbutir. Media berbutir ini biasanya terdiri dari antrasit, pasir silica, dan kerikil silica denga ketebalan berbeda. Dilakukan secara grafitasi.
                                 
Unit Filtrasi

Selesailah sudah proses pengolahan air bersih. Biasanya untuk proses tambahan, dilakukan disinfeksi berupa penambahan chlor, ozonisasi, UV, pemabasan, dan lain-lain sebelum masuk ke bangunan selanjutnya, yaitu reservoir.

3. Reservoir
Setelah dari WTP dan berupa clear water, sebelum didistribusikan, air masuk ke dalam reservoir. Reservoir ini berfungsi sebagai tempat penampungan sementara air bersih sebelum didistribusikan melalui pipa-pipa secara grafitasi. Karena kebanyakan distribusi di kita menggunakan grafitasi, maka reservoir ini biasanya diletakkan di tempat dengan eleveasi lebih tinggi daripada tempat-tempat yang menjadi sasaran distribusi. Biasanya terletak diatas bukit, atau gunung.


Reservoir air bersih

Gabungan dari unit-unit pengolahan air ini disebut IPA – Instalasi Pengolahan Air. Untuk menghemat biaya pembangunan, biasanya Intake, WTP, dan Reservoir dibangun dalam satu kawasan dengan ketinggian yang cukup tinggi, sehingga tidak diperlukan pumping station dengan kapasitas pompa dorong yang besar untuk menyalurkan air dari WTP ke reservoir. Barulah, setelah dari reservoir, air bersih siap untuk didistribusikan melalui pipa-pipa dengan berbagai ukuran ke tiap daerah distribusi.

Proses Pengolahan Air Bersih


sumber:

http://aryansah.wordpress.com/2010/12/03/instalasi-pengolahan-air-bersih/
Prof. Supli Effendi Rahim